UU Kepailitan Serta Proses Perkara
Sesuai dengan Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU
Kepailitan”), Proses penyelesaian perkara kepailitan di Indonesia
dilakukan di Pengadilan Niaga (“Pengadilan”) dalam lingkungan
peradilan umum.
Prosedur pengajuan permohonan perkara kepailitan,
dapat dilihat di dalam Artikel “Prosedur Permohonan Pernyataan Pailit pada
Pengadilan Niaga”.
Dalam hal wilayah Pengadilan yang berwenang
memutus perkara kepailitan, terdapat beberapa hal yang harus diketahui oleh
debitor dan kreditor, yaitu:
1. Permohonan pernyataan pailit diputuskan
di Pengadilan di daerah tempat kedudukan hukum debitor.
2. Apabila debitor telah meninggalkan wilayah
Negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan adalah
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir
debitor.
3. Dalam hal debitor adalah pesero suatu firma,
Pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan adalah Pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma tersebut.
4. Dalam hal debitor tidak berkedudukan di
wilayah Negara Republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya di
wilayah negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang menjatuhkan
putusan adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau
kantor pusat debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah Negara
Republik Indonesia.
5. Dalam hal debitor merupakan badan hukum,
Pengadilan yang berwenang menjatuhkan putusan adalah Pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum sebagaimana dimaksud dalam anggaran
dasar badan hukum tersebut.
Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan
pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari
setelah tanggal permohonan didaftarkan. Atas permohonan debitor dan berdasarkan
alasan yang cukup, Pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang sampai
dengan paling lambat 25 (dua puluh lima) hari setelah tanggal permohonan
didaftarkan. Putusan Pengadilan atas permohonan pernyataan pailit harus
diucapkan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan
pernyataan pailit didaftarkan. Putusan Pengadilan tersebut wajib memuat:
- Pasal
tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan/atau
sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili; dan
- Pertimbangan
hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau ketua majelis.
Putusan atas permohonan pernyataan pailit yang
memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih
dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum.
Berdasarkan Pasal 10 UU Kepailitan, selama
putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap kreditor,
kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan
dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan untuk:
1) meletakkan sita jaminan terhadap
sebagian atau seluruh kekayaan debitor; atau
2) menunjuk kurator sementara untuk
mengawasi:
a) pengelolaan usaha debitor;
dan
b) pembayaran kepada kreditor,
pengalihan, atau pengagunan kekayaan debitor yang dalam kepailitan merupakan
wewenang kurator.
Untuk kepentingan harta pailit, dapat dimintakan
pembatalan atas segala perbuatan hukum debitor yang telah dinyatakan pailit
yang merugikan kepentingan kreditor. Pembatalan diajukan kepada Pengadilan
sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. Pembatalan hanya dapat dilakukan
apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, debitor dan
pihak lain yang bersangkutan, mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan
mengakibatkan kerugian bagi kreditor.
Pengadilan dengan putusan pernyataan pailit, atas
usul Hakim Pengawas, permintaan kurator, atau atas permintaan seorang kreditor
atau lebih dan setelah mendengar Hakim Pengawas, dapat memerintahkan supaya
debitor pailit ditahan, baik ditempatkan di Rumah Tahanan Negara maupun di
rumahnya sendiri, di bawah pengawasan jaksa yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas.
Perintah penahanan dilaksanakan oleh jaksa yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas.